Minggu, 22 Mei 2011

Film dan Setting Favorit


Kali ini saya mau bercuap-cuap tentang film, ah…

Berbicara tentang film, saya jadi mau mengeluh sedikit karena betapa minimnya film-film impor berkualitas yang masuk ke bioskop indonesia sekarang ini. Praktis dalam waktu empat bulan belakangan ini, saya sudah jarang mengunjungi bioskop lagi, tidak seperti waktu-waktu sebelumnya. Coba ditengok film-film yang ada sekarang, beberapa film impor jadul terpaksa diputer; belom lagi kuntilanak, pocong, suster ngesot, dan teman-temannya yang pengen eksis di layar bioskop. Gak adanya film-film hollywood baru yang masuk ke indonesia ini lantaran karena adanya embel-embel pajak yang diributin di sana-sini. Gak tahu deh persisnya seperti apa, karena beritanya udah rancu di mana-mana. Yang jelas, satu kesimpulan bisa ditarik, yakni PEMERINTAH AMAT SANGAT BAIK, sehingga orang-orang yang gak bisa nonton film-film baru akhirnya lari ke dvd-dvd bajakan. Yup, Hidup DVD BAJAKAN!!!

Tapi untungnya, kemarin ini ada salah satu film hollywood baru yang bisa masuk bioskop indo, yaitu film Source Code. Thanks God! *narik napas lega* Pasalnya, dengan adanya film ini, saya bisa menghirup udara bioskop lagi yang saya rindukan. *berlinang air mata*

Nah, tepatnya hari Rabu kemarin saya akhirnya nonton film ini juga. Ceritanya sih lumayan, bertema action sci-fi, dan bercerita tentang suatu organisasi pemerintah yang mempunyai kemampuan untuk memasuki pikiran orang lain, dengan menciptakan dunia orang itu berdasarkan short memory yang masih ada di dalam otaknya. Saya gak usah berbicara panjang lebar tentang film ini deh, soalnya saya ingin membahas setting-setting yang biasa dipakai dalam suatu film.

Jumat, 13 Mei 2011

Review Buku : Water For Elephants

Judul        : Water For Elephants
Penulis     : Sara Gruen
Penerbit   : Gramedia Pustaka Utama
Tebal       : 506 halaman
Rating      : 5/5

Pernahkah anda ketika membaca suatu buku, dan buku itu bener-bener susah untuk ditutup? Dan ketika anda benar-benar menutup buku itu, bukan karena anda bosan dengan ceritanya, namun karena mata dan punggung anda sudah terlalu lelah?

Kalau saya ditanya dengan pertanyaan itu, saya akan jawab pernah.
Saya masih ingat buku-buku apa saja yang dulu pernah menghipnotis saya seperti itu, dan beberapanya adalah buku-buku ini :
Dari genre fantasi, ada novel serial Harry Potter karya J.K.Rowling yang sangat fenomenal. Kalau dari genre misteri & suspense, The Da Vinci Code karya Dan Brown lah juaranya. Dan kalau untuk genre roman/cinta-cintaan, saya bisa menyebutkan Dear John karya Nicholas Sparks yang cukup sukses untuk terus nempel di kelapa saya. Nah, kemudian sekarang ini saya menemukan lagi novel semacam itu, yakni Water For Elephants karya Sara Gruen. Ya, menurut saya Water For Elephants merupakan buku dengan daya pikat yang menarik hingga saya merasa ikut terhanyut dalam alur ceritanya.

Rabu, 04 Mei 2011

Review Buku : I Am Number Four



Judul       : I Am Number Four (Buku pertama seri The Lorien Legacies)
Penulis    : Pittacus Lore
Penerbit  : Mizan Fantasi
Rating     : 3/5

Yah, mungkin bagi sebagian orang yang iseng-iseng buka review ini bisa teriak dan jerit-jeritan “Woi Telat loe!!!!’ … “What?! Hari gini baru ngomongin si Nomor Empat!!!” …

*pasang muka cuek*
Yeah, whatever-lah dengan omongan para tetangga. Beda orang, beda kepala, pasti beda juga dengan cara pandang dan penilaiannya. Dan inilah review saya, yang baik buruknya harap ditelan secara bijak.

Oke, hari ini kita akan membahas satu novel fantasi bertajuk I AM NUMBER FOUR.
Pertama, (maaf kalau udah negatif opini duluan) saya agak kurang sreg dengan cover novel ini. Kenapa ya, entah penikmat novel yang lain merasa atau tidak, rasanya kalau cover suatu novel berisi gambar seseorang yang nyata itu gak catchy banget untuk dilihat. Parahnya lagi, orang yang ada di cover itu adalah actor/actress yang berperan dalam novel yang sudah difilmkan tersebut. Salah satu korbannya sekarang ini adalah novel I Am Number Four, dimana covernya bergambar Alex Pettyfer yang lagi jalan dengan gaya dan tatapan (sok) cool. Tapi agak sedikit aneh, kenapa struktur wajah di cover itu rada beda sedikit sama struktur asli Alex Pettyfer di filmnya ya, apa itu hasil polesan, atau jangan-jangan gambar di cover itu cuma Alex Pettyfer wannabe. LoL Gak tau pasti deh, yang jelas saya tetep gak suka ngeliat cover novel yang cuma jadi korban dari filmnya. Kenapa sih gak pake ilustrasi apa kek gitu yang keren, yang catchy, yang artistik, yang seenggaknya menunjukkan kreatifitas para ilustrator cover. (Jadi inget cover Twilight Saga yang sekarang bertebaran muka Kristen Stewart dan Taylor Lautner, bikin saya nepok jidat waktu ngeliatnya)