Anthony Digglose, seorang detektif swasta berkebangsaan Inggris, sedang duduk menghadapi laptopnya di ruang kerjanya yang kecil tapi cukup nyaman. Dengan lincahnya ia menggerakkan jari-jarinya dan membaca satu per satu surat yang masuk ke alamat e-mailnya. Matanya tertegun sejenak ketika ia membuka salah satu surat yang masuk. Vogue Boudelair, seorang sahabat Digglose yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Bagian Divisi Investigasi Kepolisian Paris, mengiriminya sebuah surat yang isinya tentang kasus yang dihadapinya. Sudah beberapa kali Vogue bertanya tentang kasus-kasus yang tidak bisa diselesaikannya, dan dijawab oleh Digglose dengan hipotesanya yang jitu. Digglose pun segera membaca dan berusaha untuk memecahkan kasusnya kali ini.
Maaf Digglose, lagi-lagi aku menyusahkanmu. Tapi aku betul-betul perlu pertolonganmu. Apa kau tahu keluarga Fabian Boriente? Kuharap kau tahu. Anak sulung mereka, Nanta Boriente, tewas terbunuh di gudang perkebunan anggur mereka.
Menurut tim forensik, korban meninggal akibat kalium sianida. Anehnya racun tersebut dimasukkan ke dalam tubuh korban melalui luka sengatan serangga di tangan kanannya. Kurasa sengat serangga itu sudah dilumuri dengan kalium sianida.
Adik perempuannya, Issac Boriente, mengatakan bahwa kakaknya disengat seekor lebah di gudang itu. Menurutnya, saat itu mereka hendak mengambil beberapa peti kayu di dalam gudang. Saat itu juga, Nanta tiba-tiba disengat seekor lebah. Kemudian tiba-tiba lebah itu mengarah kepada Issac. Ia segera berlari keluar dan kembali ke rumah. Karena merasa heran pada kakaknya yang belum menyusulnya, Isaac kembali lagi ke gudang tersebut. Ternyata kakaknya sudah tewas keracunan.
Anak itu sungguh lucu kurasa. Ia sama sekali tidak terguncang. Ia tampak santai dan seperti tidak terjadi apa-apa. Entah kau mau memasukkannya menjadi tersangka atau tidak.
Beberapa orang lain yang berhubungan dengan kasus ini adalah Hugh Auchincloss dan Santino de Cronos. Hugh, seorang pekerja di perkebunan, tidak diketahui keberadaannya saat korban terbunuh. Ia mengaku bahwa saat itu ia berada di rumahnya, tak jauh dari perkebunan tersebut. Ia berkata bahwa saat ia ingin pergi ke perkebunan, seseorang memukulnya dari belakang di halaman rumahnya. Saat ia sadar, ternyata hari sudah sore. Saat kami memeriksa rumahnya, kami menemukan sebotol madu di dapurnya. Kurasa mungkin ini ada kaitannya dengan lebah tersebut. Tapi anehnya, saat kami tanyai tentang madu tersebut, ia sama sekali tidak mengetahuinya, bahkan merasa tidak pernah memilikinya.
Lain lagi dengan alibi Santino de Cronos. Ia mngaku bahwa dari pagi sampai sore ia sama sekali tidak pergi ke perkebunan. Saharian itu ia pergi ke kota seberang untuk membeli beberapa alat perkebunan yang baru. Tapi ia berkata bahwa siang harinya ada seseorang yang menelepon ke handphone-nya. Ia tidak mengenali suaranya. Penelepon itu berkata bahwa malam ini Santino akan dibunuh. Sayangnya nomor telepon misterius itu tidak sengaja terhapus olehnya. Anehnya begitu kami menggeledah rumahnya, kami menemukan sebuah botol kalium sianida. Seperti halnya Hugh, ia pun tidak mengakui bahwa racun itu miliknya.
Bagaimana Digglose? Apa kasus ini memusingkanmu? Kuharap kau cepat memberiku jawaban.
Selesai membaca surat tersebut, Digglose tersenyum puas. Ia segera memainkan jarinya di atas keyboard, menjawab kasus tersebut dengan hipotesanya dan mengirimkannya pada Vogue. Dia berharap temannya itu akan senang.
Siapakah pembunuh sebenarnya?
Apa bukti yang mendasarinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar