Judul : Hush, Hush
Penulis : Becca Fitzpatrick
Penerbit : Ufuk Press
Tebal : 488 halaman
Rating : 2/5
Saya sesungguhnya sudah menyelesaikan novel ini jauh sebelum saya menulis review ini. According to Goodreads, saya sudah mulai membuka halaman pertama ini pada tanggal 7 Mei 2011, dan berhasil menyikat habis kurang lebih dalam waktu 3-4 hari. Pantaskah diberi pujian pada buku ini hingga saya bisa secepat itu menyelesaikannya? Well, biasanya ada dua alasan konkret kenapa saya sampai ngebut dengan kecepatan penuh pada saat membaca buku. Pertama adalah buku itu benar-benar menarik hingga saya susah untuk menutup buku itu, atau kedua buku itu benar-benar datar, gak penting, hingga saya cepet-cepet menyelesaikannya sebelum mood saya bertambah buruk (lebih baik saya baca daripada saya robek). Nah, bagaimana sengan si Hush Hush ini? Kita lacak saja satu per satu isinya untuk tahu alasan mana yang saya pakai untuk menyelesaikan buku ini.
First of all, mari kita bersenang senang dahulu di tepian sebelum kecebur di tengah lautan. Coba kita lihat cover Hush Hush ini; so nice… ada seorang pria seksi jatuh dari langit dengan sayap hitam yang patah, lengkap dengan bulu-bulu yang bertebaran di sana-sini. Sungguh pada awalnya saya kepincut dengan eksekusi cover ini, dan hal itulah yang berhasil menghipnotis saya untuk merogoh kocek agar membeli novel ini. *standing applause for Lucy Ruth Cummins*
Meskipun saya pernah menggerutu tentang cover novel yang menggunakan gambar real sosok manusia, saya bagaimanapun tetap menyukai dengan apa yang sudah disajikan pada cover Hush Hush ini. Setidaknya gambar tersebut bukan bermaksud untuk mengekspose wajah pria malaikat itu, tidak seperti cover-cover novel lain yang ditujukan untuk memarkan wajah pria (sok) ganteng atau wanita (sok) cakep. Jauh dari hal itu semua, cover Hush Hush mampu memberi gambaran kuat tentang sesosok malaikat yang jatuh ke bumi, dengan suasana dark dan misterius, yang seolah-olah menggambarkan bahwa ini adalah suatu novel bergenre roman-fantasi yang cukup berat dan berbobot.
Ditambah pula dengan balutan cerita di prolog, dengan pengambilan setting di Prancis, yang penyusunan ceritanya benar-benar dibuat ciamik, serta merta menambah tingkat evokasi dari novel Hush Hush ini. Salut sekali untuk penulisan prolog tersebut, hingga suasana dark dan misterius yang sudah saya persiapkan semakin tertanam kuat di benak saya. Namun sayangnya, seiring halaman demi halaman novel ini saya baca, dengan amat sangat terpaksa, image ‘dark’, ‘misterius’, ‘berat’, dan ‘berbobot’ yang sudah saya tanamkan itu perlahan-lahan mencair dan bahkan tak tersisa sama sekali, menguap entah ke mana.
Ya, Hush Hush ini adalah sebuah novel bergenre roman-fantasy, yang menurut saya ditujukan untuk pangsa pasar remaja. Novel ini bercerita tentang Nora Grey, seorang gadis SMU yang karakternya sengaja dibuat keras, sedikit dingin, dan anti-pati banget sama yang namanya ‘jatuh cinta’ dan ‘cowok’. Entah alasan apa sampai Nora dibentuk dengan karakter seperti itu. Menurut saya tidak ada alasan konkret yang dikemukakan dalam novel itu sehingga Nora memiliki karakter ‘anti-cowok’. Suatu pemaksaan karakter agar tercipta plot si cowok ngejar si cewek? Mungkin aja. Untuk kasus ini, saya bisa katakan cara tersebut digunakan untuk memberi rasa ‘berbeda’.
‘Berbeda’ apa yang saya maksud? Begini, sebelumnya jangan salahkan saya ketika saya mulai mempersiapkan diri untuk membaca novel ini, otak saya sudah bekerja secara sistematis untuk membanding-bandingkan Hush Hush dengan sebuah novel roman-fantasy yang sudah tenar terlebih dahulu sebelumnya, yakni Twilight. Bagaimana mungkin saya tidak membandingkannya. Pertama, premis yang diusung nyaris sama, yaitu tentang cinta antara cewek 'biasa' dengan cowok yang 'tidak biasa' (Twilight = Vampir; Hush Hush = Malaikat). Kedua, plot yang dipakai pun juga hampir sama, yaitu cowok 'tidak biasa' itu begitu misterius, dan si cewek akhirnya keleper-keleper cinta mati sama cowok itu. Kedua-duanya punya benang merah yang sama; cinta terlarang. Dan jika sudah seperti itu, sah-sah aja kan kita sebagai pembaca untuk membandingkan antara cerita ini dengan cerita itu.
Nah, mungkin hal ini jugalah yang diperhatikan olah si penulis Hush Hush, dan menyadari bahwa hal itu bisa menjadi beban dan ancaman bagi novelnya sendiri. Maka dari itu, cara satu-satunya untuk melancarkan serangan yang baik adalah dengan memberikan suatu rasa yang berbeda pada novelnya.
Kira-kira apa yang bisa dibuat berbeda? Banyak.
Dan tampaknya, tante Becca ini melancarkan jurus pertamanya dengan membedakan ke'tidak biasa'an dari tokoh cowok dalam ceritanya. Jika vampir sudah pernah ada, bolehlah kali ini malaikat iseng-iseng jatuh ke bumi buat main cinta-cintaan. Boleh dikata bahwa tema malaikat jatuh pun sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam suatu cerita. Seingat saya, dulu pernah ada film Mandarin dengan tema seperti ini, sayang saya lupa dengan judul filmnya. Karena itu, ide ini masih saja tidak orisinil menurut saya. Tapi pantaskah hari gini masih ngeributin orisinalitas? Kayaknya dalam era sekarang ini, unsur orisinalitas masih bisa ditolerir sejauh eksekusi cerita itu dilakukan dengan baik. So, untuk sementara malaikat yang satu ini masih bisa kita terima.
Lantas apa berikutnya yang bisa dibuat berbeda?
Yup, langkah inilah yang rasanya diambil oleh tante Becca juga. PEMBENTUKKAN KARAKTER.
Karakter-karakter dalam Hush Hush dibuat (entah sengaja atau tidak) jauh bertentangan dengan karakter yang diciptakan dalam Twilight. Untuk lebih jelas siapa dan bagaimana karakter yang ada dalam novel Hush Hush, ada baiknya saya sisipkan sebentar sinopsis dari novel ini.
Nora Grey adalah seorang gadis remaja biasa, dan sempat dibuat jengkel dengan kehadiran seorang murid baru bernama Patch. Sosok Patch digambarkan sebagai cowok tampan, seksi, misterius, sekaligus bisa memikat cewek-cewek sejagad raya ini. Lambat laun kehadiran Patch mulai merangsek masuk ke dalam kehidupan Nora, dan berbagai peristiwa aneh pun mulai terjadi di sekelilingnya, tanpa bisa dijelaskan dengan akal sehat. Nora yang sikapnya berubah-ubah dari jengkel tapi demen, akhirnya menemukan kenyataan bahwa Patch adalah seorang malaikat yang jatuh ke bumi. Satu per satu rahasia terkuak, dan Nora mendapai kenyataan bahwa hidupnya punya sejarah panjang yang kelam.
*kayaknya lebih oke baca sinopsis saya ketibang versi novel aslinya - LOL*
Seperti itulah kira-kira cerita yang disajikan dalam novel Hush Hush. Seperti apa yang sudah saya katakan sebelumnya tentang karakter Nora, saya sungguh sangat dibuat bingung dan jengkel dengan si Nora ini. Di satu sisi ia tidak menyukai Pathc, mati-matian berusaha menghindari Patch, dan sering mengutuk dirinya sendiri ketika dirinya terlibat dengan Patch. Namun di sisi lain, ia seolah-olah merasa tertarik dengan Patch, dan melupakan kekesalan dan kejengkelan yang ia tanamkan sebelumnya. Nah lho, kenapa bisa seperti ini? Mungkinkah Nora suka dengan pola seperti ini, deket Patch aah -- iih sebel ama Patch -- ah mau deket lagi nih -- ah sial-sial! Gw kutuk diri gw sendiri deket-deket Patch -- uhuuy, Patch seksi.. sini donk say... -- Gak ada kata lain untuk Nora selain 'jiwa anak muda yang labil'.
Sedikit perbandingan dengan Bella dalam Twilight, setidaknya Bella tidak digambarkan sebagai gadis labil yang sebel-tapi-mau sama Edward. Dari awal Bella sudah dikatakan tertarik dengan Edward, dan sepanjang cerita, karakterisasai Bella berjalan dengan stabil tanpa ada sikap-sikap yang menjengkelkan.
And next, bagaimana dengan Patch sendiri?
Sama seperti halnya Nora, Patch dihajar dengan karakter yang benar-benar bertolak belakang dengan Edward. Para Twilighters pasti sudah hapal luar kepala bagaimana karakter Edward itu, sosok vampir yang cool, kalem, dan lebih terkesan lembut. Dan si Patch, seakan dipaksa agar tidak menjadi copycat Edward, sengaja diberi karakter agresif, aktif, sok ke-pede-an, dan (agak) genit + pecicilan. (kesannya cuma modal ganteng doank, tapi minim attitude).
Ah ya, belum lagi ada tokoh sampingan yang mengingatkan saya pada Jessica di Twilight. Ada tokoh bernama Vee, sahabat terdekat dari Nora, yang sikapnya lebih brutal dari Jessica. (bahkan kadang terlalu vulgar sampai saya ngerasa ngeri kalau sampai benar-benar bertemu dengan gadis seperti ini). *merinding*
Semacam itulah pembentukkan karakter yang dilakukan olah Becca dalam novel andalannya ini. Dan jika hasilnya sudah seperti ini, berhasilkah Becca dalam siasat memberi rasa 'beda' itu? Dengan sangat menyesal saya katakan tidak. Inilah yang dinamakan resiko dalam menulis sesuatu yang sudah pernah ada dan sukses sebelumnya. Bagi pembaca, sangat sulit membuang bayang-bayang Twilight (atau cerita apapun yang bertema sama) ketika mulai membaca Hush Hush. Salah satu saran pernah saya baca di jurnal seseorang, yakni jika ingin membuat sesuatu yang pernah ada, ada baiknya kita menulis dengan hasil yang lebih bagus dari hasil karya yang sebelumnya pernah ada itu. Jika hasilnya hanya mendekati sama, atau bahkan lebih buruk, maka sebaiknya segera hentikan tulisan anda.
Selain itu, menyangkut tentang cerita Hush Hush yang mengangkat sosok malaikat, entah kenapa sejak lepas dari bab prolog hingga penghujung akhir, saya sempat lupa bahwa novel ini bercerita tentang "Malaikat Jatuh". Benar-benar kesalahan fatal yang saya rasakan. Entah saya sebagai pembaca yang salah hingga kehilangan fokus, atau cerita itu sendiri yang berjalan di luar jalur yang seharusnya.
Untuk lebih enaknya, saya coba kemukakan pendapat saya mengenai alur yang digunakan dalam novel ini. Alur dalam novel ini bergerak maju, mulai dari perkenalan dengan Patch, hingga ending untuk menguak segala rahasia Patch dan Nora. Nah, saat dipertengahan jalan itulah rasanya cerita ini hanya berkisah tentang cinta-cinta ala ABG yang mau-mau-enggak-enggak dari sudut pandang Nora. Singkatnya, sepertiga novel ini hanyalah sebuah TEENLIT biasa! *mendelik marah*. Bahkan kalau mau kita buang embel-embel si malaikat itu, criingg... hasilnya ini benar-benar novel teenlit sejati. Dan yang nambah jengkelnya lagi, pembahasan tentang hidup dan seluk-beluk Patch sebagai malaikat itu sangat-sangat minim sekali dibahas dalam cerita. Jadi salahkah saya jika saya sempet lupa bahwa Patch itu adalah malaikat?
Dan kekisruhan novel Hush Hush ternyata tidak berhenti sampai di situ saja. Ada beberapa kejutan twist plot yang rasanya dipaksakan saat penguakan rahasia dari seluruh cerita. Sejujurnya, saya gatel pengen mengemukakan segala hal tersebut, namun untuk menghindari spoiler, terpaksa saya bungkam saja *rasanya gondok berat*. Kemudian bagian ending juga cukup mengesalkan, ditutup dengan suatu hal yang benar-benar menimbulkan banyak pertanyaan di kepala saya. Sama seperti halnya menghindari spolier, ada baiknya saya analogikan seperti ini : Anggaplah seseorang suka naik motor tanpa helm, dan ada hukum pasti bahwa naik motor tanpa helm pasti akan celaka. Dan bener aja, orang itu akhirnya celaka karena gak nurut dengan aturan itu. Tapi berikutnya, dia tetep naik motor tanpa helm tapi kok gak kecelakaan? Kenapa bisa begituhh???? (inget, aturan itu sudah disebutkan sebagai hukum pasti).
Yeah, sungguh suatu solusi akhir yang tidak masuk akal menurut saya.
Berbagai gangguan lain juga berhasil dibuat dari gaya bahasa dalam novel ini yang terasa chessy, bahkan humor yang sangat garing-crsipy-crunchy yang bikin eneq total saat membacanya. Kali ini gak mau menuding penulisnya deh, karena kesalahan saya yang membacanya dalam versi terjemahan Bahasa Indonesia. *my bad* Tapi apakah novel yang diterjemahkan dalam bahasa lain akan selalu jelek. Sangat-sangat tidak. Ini sekaligus saya mau mengeluhkan tentang penerjemahan dari penerbit2 buku (selain Gramedia) yang saya baca. Dulu saya sempat emosi dengan novel I Am Number Four yang terjemahannya benar2 menyedihkan. Kali ini saya ketemu lagi dengan kasus yang hampir sama, meskipun tidak semenyedihkan I Am Number Four. Sejak itu saya jadi berpikir, rasanya suatu penerbit besar memang lebih memperhatikan segi kualitas ketimbang penerbit-penerbit baru yang bermunculan sekarang. Kinerja editor rasanya lebih dioptimalkan dalam penerbit-penerbit besar. Memperhatikan bagaimana penggunaan gaya bahasa, susunan kalimat, pemilihan kata, dan meminimalisasi typo yang ada. Dalam Hush Hush, saya menemukan typo yang cukup banyak, jangan tanya deh barapa, pokoknya banyak.
Dan pada akhirnya, seperti itulah review yang saya berikan pada novel yang satu ini. Mari kita balik ke pertayaan awal di review ini, apa yang menyebabkan saya melahap novel ini dalam waktu singkat? Yep, ini novel yang bener-bener standar, tanpa berpikir lama-lama, tanpa diresapi dalam-dalam, sudah cukup untuk mencerna seluruh novel ini dengan sistem quick-scan. Satu-satunya penghargaan yang saya bisa berikan hanyalah pada ilustrusi cover *standing applause lagi*. Kalau gitu, jika suatu waktu nanti ditanya, "apa yang paling kamu ingat dari Hush Hush?" Saya menjawab dengan lantang, "COVER-nya doank!!".
Namun meskipun begitu - dengan pendapat sok bijak - saya tidak pernah mengatakan bahwa saya menyesal atau rugi setelah membaca Hush Hush. Menurut saya, walau hasil akhir dari Hush Hush jauh dari memuaskan, saya tetap bisa mengambil beberapa point penting untuk pembelajaran saya. Karena ketika kita melakukan hitung-hitungan-untung-rugi dalam membaca buku, rasanya seni membaca itu menjadi tidak berarti lagi. Membaca bukan berbisnis. Membaca adalah belajar. So, bagi siapa pun yang mau menjajal Hush Hush, silakan saja, jangan berpaku pada satu pendapat saja. Saya yakin satu pembaca mempunyai ekspektasi yang berbeda dengan pembaca lain dalam hal materi yang dibacanya. Untuk itu...
Selamat membaca!!!
PS : sempet baca sinopsis Crescendo (sequel Hush Hush), dan ditemukan sosok pria bernama Scott Parnell, dengan bau-bau Jacob wanna-be. Walaaah.... *geleng-geleng mual*
Jiakakka
BalasHapusKan da gw blangin.. :P Gw sih ogah ngejajal by... Biasanya kl review buku lo jarang gw baca smpe abis, takut kena spoiler. Tapi krn gw ga ada plan baca buku ini, jadi gw baca semua de review lo ttg buku ini sampe habis... hohohoho
Kan kalo gak dicoba, gak tau bukunya kyk gimana mel. Hehehehe... Gw dari dulu penasaran aja sama nih buku.
BalasHapusYah elu mah, gw kalo bikin review mah kgak bakal nyebar spoiler deh. Tenang aja. Soalnya gw juga paling benci kalo baca review ada spoliernya. Kita kan sama-sama penikmat buku, jadi tau khasanah me-review yang baik dan benar. Hahahahah...
Tetep mikir kenapa dikasih judul hush hush. Apa ada hubungannya dengan cerita?
BalasHapusCowok seksi: Dimana seksinya? wkwkwkwkwk..malah menurut aku pose jatuh cowoknya agak lebay. Ya, selera orang beda-beda si, tapi buat aku covernya biasa aja, ga menarik minat.
Apa ya artinya hush hush?? Gak tau deh, yang pasti kgak disebut-sebut didalam novelnya. Kayaknya harus tanya sama mbah Google. Hehehehehe
BalasHapusOoh, lebay yaa. Huahahaha... Kok aku malah ngeliatnya keren ya. Artistic gitu deh. Apa mata aku yang eror??? O_o
Kalau Mas Robby paling terkesan dengan covernya, saya justru terkesan dengan judulnya, "Hush Hush". kesannya gimana gitu... seolah-olah pingin ngusir ni buku jauh jauh..
BalasHapusWakakaka... Nih judul emang aneh nih, kalo gak kita yang pengen ngusir nih buku, ya si buku juga teriak-teriak sendiri "hush hush..." biar orang kgak ngambil buku ini.
BalasHapusKemudian pertanyaannya, kenapa saya bisa tetep beli??? O_o *duduk di pojokan sambil mikir*
Seorang teman saya yang tinggal nu jauh disana tiba-tiba nelpon dan promosi novel Fantasy Sejarah Lokal yg judulnya "ARKHYTIREMA"? pas nyari2 di internet, ketemu websitenya (ga tau resmi ato nggak) di
BalasHapushttp://trilogi-arkhytirema.blogspot.com/
membaca previewnya disana, terus terang saya sangat tertarik. Tapi yah itu dia... berhubung saya pembaca e-book sejati, membeli novel versi hardware harus dengan pertimbangan yang matang (nggak mau rugi hehe....)
jd kalo ada waktu, mohon reviewnya.
Wah, saya belum pernah baca novel yang ber-bau2 sejarah nih. Soalnya genre itu cenderung saya hindari. Kalo lagi muter2 di gramed pun, saya skip rak yang majang novel2 sejarah (baik lokal maupun terjemahan) hehehehehe...
BalasHapusAda satu temen saya yang suka baca fantasy dan novel2 sejarah. Coba nanti saya tanyain dia. Cuma biasanya sih dia makannya novel2 sejarah china gitu, yang bau2 kungfu deh. Novel Sam Kok aja dia baca, saya liat covernya aja uda pusing duluan. LOL
kalo yg ini lebih condong ke fantasy kyknya soalnya sejarah yg diambil terlalu jauh, bayangin menurut infonya rentangnya antara jaman adam sampai nuh. trus nyangkut2 masalah atlantis n lemuria gitu. bahkan sampe portal antar planet model stargate pun ada. saya pikir si penulis terlalu ada dua kemungkinan terlalu rakus atau terlalu berani (baca: keblinger), bahkan sampai nginggung2 masalah agama dan bahkan dewa-dewa mitologi. Busyet dah.
BalasHapus