Jumat, 13 Mei 2011

Review Buku : Water For Elephants

Judul        : Water For Elephants
Penulis     : Sara Gruen
Penerbit   : Gramedia Pustaka Utama
Tebal       : 506 halaman
Rating      : 5/5

Pernahkah anda ketika membaca suatu buku, dan buku itu bener-bener susah untuk ditutup? Dan ketika anda benar-benar menutup buku itu, bukan karena anda bosan dengan ceritanya, namun karena mata dan punggung anda sudah terlalu lelah?

Kalau saya ditanya dengan pertanyaan itu, saya akan jawab pernah.
Saya masih ingat buku-buku apa saja yang dulu pernah menghipnotis saya seperti itu, dan beberapanya adalah buku-buku ini :
Dari genre fantasi, ada novel serial Harry Potter karya J.K.Rowling yang sangat fenomenal. Kalau dari genre misteri & suspense, The Da Vinci Code karya Dan Brown lah juaranya. Dan kalau untuk genre roman/cinta-cintaan, saya bisa menyebutkan Dear John karya Nicholas Sparks yang cukup sukses untuk terus nempel di kelapa saya. Nah, kemudian sekarang ini saya menemukan lagi novel semacam itu, yakni Water For Elephants karya Sara Gruen. Ya, menurut saya Water For Elephants merupakan buku dengan daya pikat yang menarik hingga saya merasa ikut terhanyut dalam alur ceritanya.

Seperti halnya I Am Number Four, saya juga mengenal novel Water For Elephants ini dari filmnya yang rilis terlebih dahulu. Sebelumnya saya tidak tahu menahu tentang adanya novel ini (kasian…) sebelum saya melihat preview filmnya dalam acara Movie Freaks di Jak-TV. Saat pertama kali melihat trailernya, saya langsung kepincut dengan film ini karena suntingan teaser trailer itu benar-benar menggugah saya. Terlepas dari penyajian teaser trailer yang memang rata-rata bagus untuk semua film (untuk menarik penonton), dari awal saya memang merasa ada sesuatu yang menarik dari film ini. Pertama settingan cerita pada awal abad 19, waah, saya doyan banget nih sama cerita dengan setting semacam ini. Trus ditambah lagi dengan bintang-bintang yang main di film ini yang bol-jug, ada Robert Pattinson dan Reese Whiterspoon. Dan terakhir, diketahuilah bahwa film ini diadaptasi dari sebuah novel. Tring!!! Langsung deh semangat saya melonjak dua kali lipat dengan film ini. Kemudian usut punya usut juga, tenyata novel Water For Elephants memang sudah terbit cukup lama. Salah satu partner saya, Mia, sempet bilang kalau dia memang sudah punya ebook novel ini sejak tahun 2008 dan belum dibaca sama dia sampai sekarang. Weleeh, lama tenan yaa…

Oke, sekarang waktunya kita mengupas-tuntas novel Water For Elephants ini. Kita lihat sebentar covernya yuk! Wuihh, boleh nih, ada si gajah berbelalai panjang dengan latar belakang tenda sirkus di tengah padang berumput kering. Nice! Tapi – karena keisengan saya yang berlebihan – saya kok ngerasa kalau si gajah ini agak gak sinkron ya antara kepala dan badannya. Kepalanya jauh lebih gede tuh, jadi agak timpang kalau diperhatiin bener-bener. Trus kenapa pula dengan kuping si gajah? Kok kepotong aneh gitu? Apa ada yang iseng bermain-main dengan si gajah? Cuma Tuhan yang tahu… LoL
    
Tapi biar bagaimana pun, cover yang disajikan pada novel ini sudah cukup baik untuk mengilustrasikan tentang gagasan dan materi yang disampaikan dalam novel ini. Ya, secara keseluruhan Water For Elephants memang menceritakan tentang seluk-beluk dunia sirkus. Novel ini mengambil sudut pandang pertama Jacob Jankowski, seorang calon dokter hewan yang secara tidak sengaja ikut dalam suatu rombongan sirkus bernama Benzini Bersaudara Pertunjukan Paling Spektakuler di Dunia. Bersama rombongan sirkus ini, Jacob menemui banyak hal-hal yang menarik tentang segala hewan dan belajar banyak tentang kehidupan dunia sirkus yang kejam.

Di sini Jacob mengenal bagaimana cara hewan-hewan sirkus itu hidup; mengenal juga orang-orang dengan karakter yang berbeda-beda, hingga tahu mana yang harus dijauhi, dan mana yang bisa dijadikan sahabat. Dan dari mereka, Jacob mendapat pelajaran penting tentang arti perjuangan hidup, loyalitas sahabat, dan kesetiaan cinta. Di antara mereka ada si tua Camel yang baik; Paman Al, manager sirkus dengan campuran sifat kejam dan bijak; August, penjaga dan pelatih hewan sirkus yang berjiwa labil; serta Marlena, bintang sirkus yang mempesona dan memikat hati Jacob.

Sebenarnya plot yang disusun dalam novel ini cukup sederhana, hanya bercerita tentang Jacob dan kehidupan rombongan sirkusnya. Namun plot tersebut ditambah elemen pendukung lainnya dengan bumbu roman/percintaan. Jacob yang statusnya hanya sebagai pekerja dalam rombongan sirkus itu mulai tertarik dengan Marlena yang berstatus sebagai performer, diperparah lagi dengan kondisi Marlena yang sudah menikah dengan orang yang salah. Kembali, dilema cinta memang gak ada habis-habisnya untuk diangkat dalam suatu cerita. Berat hati saya katakan, cerita cinta ini memang sudah terlalu klise dan sudah banyak digaungkan dalam novel-novel roman lainnya. Namun beruntungnya, cerita roman dalam Water For Elephants cukup apik dibalut dengan suasana dan setting sirkus yang solid, hingga memberikan point yang lebih pada novel ini.

Kemudian, selain menitikberatkan pada masalah percintaan antara Jacob dan Marlena, novel ini juga mengangkat satu hal menarik lainnya, yaitu tentang kaitan emosional antara Jacob dan hewan-hewan sirkus. Ada kuda-kuda yang amat disayanginya; Bobo, simpanse manja yang senang bergelantung di kakinya; dan Rosie, gajah cantik yang ternyata mempunyai kemampuan unik yang tak terduga.

Sepanjang novel ini saya benar-benar kagum dengan pendeskripsian penulis dalam ceritanya. Segala sesuatunya disajikan secara detail, tepat, dan konsisten, hingga semua cerita itu terasa hidup di kepala saya. Terutama pada kehidupan sirkus itu, Sara Gruen sempat menulis dalam catatan pengarangnya bahwa ia melakukan riset panjang sebelum menggarap novel ini. Dan hasilnya, yep, kehidupan sirkus itu benar-benar terasa real dengan semua aspek yang terlibat di dalamnya. Ada pembagian status dalam pekerja-pekerja sirkus; sistem kerja, tempat, dan properti sirkus yang tepat; serta tingkah laku hewan-hewan yang digambarkan dengan baik.

Selain itu karakter yang ada di novel ini juga dibentuk secara tepat, mulai dari pekerja-pekerja bawah hingga petinggi-petinggi dalam bisnis sirkus tersebut. Dan satu yang membuat saya terkesan adalah perbedaan nyata antara karakter Jacob muda dan Jacob tua digambarkan dengan begitu baik oleh si penulis.

Ya, adanya tokoh Jacob muda dan Jacob tua memang tercipta dari alur flash back yang digunakan dalam novel ini. Jacob tua yang  sudah berusia 93 tahun dan hidup di panti jompo, mengenang masa-masa mudanya saat ia ikut dalam rombongan sirkus tersebut. Alur flash back ditulis secara berganti-ganti dan berselang-seling di antara bab. Bab untuk menceritakan Jacob tua terselip di antara beberapa bab flash back yang menceritakan perjalan Jacob muda. Ini mengingatkan saya pada alur yang juga digunakan pada The Note Book karya Nicholas Sparks, atau film The Curious Case of Benjamin Button (Brad Pitt & Cate Blanchett).

Meskipun alur flash back tersebut ditulis dengan cara tersebut, namun tidak ada kesulitan yang berarti untuk mengikuti alurnya. Alunan cerita serasa mengalir dari awal hingga akhirnya, hingga saya seperti merasa tenggelam dalam setiap situasi cerita itu. Porsi cerita juga disajikan secara pas, dan – ini yang membuat saya senang bukan main – ada kejutan yang tidak terduga di akhirnya. Pada awalnya sebenarnya penulis sudah memberikan petunjuk secara explisit tentang kejutan itu, dan saya pikir saya bisa menebak akhirnya. Tapi ternyata, saat membaca jawaban kejutan itu, saya sampai tersenyum-senyum sendiri karena tidak menduga sebelumnya. Kejutan yang lucu dan menyedihkan di waktu yang sama.

Dan pada akhirnya saya memberikan standing applause untuk Water For Elephants, dan merekomendasikan buku ini bagi siapa saja yang gemar membaca cerita roman, ingin mengenal dunia sirkus era 1930an, dan suka dengan tulisan yang disajikan secara dewasa dan berbobot. Dan Water For Elephants ini adalah salah satu cerita lagi yang akan saya kenang.

Saya mengangkat gelas untuk Sara Gruen.


Selamat membaca!!!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar